Kedua jenis becak ini tidak menghilangkan sifat asli dari becak seperti pada umumnya. Dinas Pehubungan (Dishub) Daerah istimewa (DIY) bersama dengan Dishub Kota Yogyakarta, Polresta Yogyakarta dan Paguyuban Becak Wisata Malioboro melakukan uji coba dan sosialisasi becak tenaga alternatif kayuh di Balai RW Gedongtengan, Jlagran, Yogyakarta, Jumat (23/11). Uji coba dan sosialisasi ini dilakukan dalam rangka penyusunan kajian perencanaan becak tenaga alternatif kayuh 2018.
Ada dua becak listrik yang diuji coba yaitu Becak Listrik Android (Belia) dan Becak Tenaga Alternatif Kayuh Dinas Perhubungan DIY yang disebut Bregada. Becak listrik yang diuji coba masih berupa prototype.
Inventor becak listrik, Rudi Winarso mengatakan, becak listrik ini dapat menjadi alternatif pengganti becak bentor (bentor) di DIY. Pengoperasian dari bentor sendiri masih ilegal atau belum diizinkan di DIY.
Kedua jenis becak ini tidak menghilangkan sifat asli dari becak seperti pada umumnya. Pengoperasiannya masih menggunakan sistem kayuh, dengan penambahan tenaga listrik yang bisa digunakan sebagai penunjang tenaga kayuh si pengendara becak.
Bahkan, pembuatan becak ini juga didasarkan atas Peraturan Daerah (Perda) DIY No 5 Tahun 2016 tentang Moda Transportasi Tradisional Becak dan Andong. Sehingga tidak melanggar aturan apapun.
“Tidak seperti bentor, di mana melanggar regulasi UU Lalu Lintas Nomor 22, Perda Nomor 5 dan Perda Angkutan. Raperda oleh Wali Kota juga mau disahkan,” kata Rudi saat uji coba dan sosialisasi becak tenaga alternatif kayuh di Balai RW Gedongtengan, Jlagran, Yogyakarta, Jumat (23/11).
Rudi menceritakan, pengembangan becak listrik ini sudah dilakukan sejak 2010 lalu. Dalam satu kali pengisian daya, becak ini dapat beroperasi selama kurang lebih delapan jam.
“Kalau (medannya) datar bisa (menempuh) 65 sampai 70 kilometer perjalanan dalam satu kali ngecas. Porsinya untuk dua penumpang,” kata Rudi.
Satu Belia dihargai sebesar Rp 17 juta, sedangkan Bregada mencapai Rp 20 juta per unitnya. Walaupun kedua jenis becak listrik ini belum diproduksi secara massal, pihaknya pun masih terus mengambangkan produk ini.
“Sekarang di bengkel kita bikin yang 1.000 watt dan 1.500 watt. Jadi ada dua lagi di bengkel kita dan masih kita kembangkan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk aplikasi sendiri juga masih terus dikembangkan. Saat ini, infomrasi terkait becak ini baru bisa diakses di situs Jogja Istimewa.
“Kita juga pasang nanti aplikasi. Sementara kita aplikasinya di Dinas Kominfo Jogja Istimewa dan aplikasi masih sifatnya belum ke transaksional, masih bersifat informasi,” tambah Rudi.
Saat ini, kedua jenis becak listrik ini masih dalam tahap pengajuan untuk mendapatkan hak paten. Sehingga belum akan diproduksi secara massal.
Ia pun belum bisa memastikan kapan produk ini akan diproduksi secara massal karena saat ini juga masih dalam tahap uji coba dan sosialisasi. Namun, ia berharap produk ini dapat diproduksi secepatnya secara massal
Salah satu pengendara bentor Pasar Kembang, Yogyakarta, Munhur Fidia Kuncoro (49 tahun) menyambut baik adanya inovasi becak listrik ini. Ia pun berkeinginan untuk beralih menggunakannya, jika sudah resmi dapat beroperasi di DIY dan tentunya sudah diproduksi secara massal.
Munhur mengatakan, kedua jenis becak listrik lebih nyaman dari pada bentor yang biasa ia operasikan. Sebab, becak listrik ini ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan asap.
“Bentor belum sesuai dengan peruntukannya (melanggar aturan dan ilegal di DIY). Kalau ini (becak listrik) lebih aman dan nyaman,” ujar Munhur.
Dengan harga becak listrik yang menurutnya masih terbilang mahal per unitnya. Ia yang sudah enam tahun berprofesi sebagai pengendara bentor ini, berharap dapat diberikan bantuan dari pemerintah.
Karena, untuk perakitannya saja sudah mengeluarkan biaya belasan hingga puluhan juta rupiah. “Mudah-mudahan dibantu sama pemerintah supaya dapat keringanan untuk memiliki becak ini,” kata Munhar.