Skip to main content

Penyakit jantung/ilustrasi

Foto: Wikipedia
Penyakit yang paling banyak terjadi di Bali adalah penyakit jantung.

Bali menjadi pusat liburan yang menarik wisatawan dalam maupun luar negeri. Karena gaya hidup di Bali cenderung bebas tidak seperti kota lainnya di Indonesia. Namun, gaya hidup tersebut justru memicu timbulnya beragam penyakit yang mengerikan. Apa sajakah jenis penyakit tersebut?

Menurut General Manager Business Development BIMC Siloam Hospitals Group Bali, Putu Deddy Suhartawan, penyakit yang paling banyak terjadi di Bali adalah penyakit jantung. Hal ini jelas terjadi karena faktor risiko gaya hidup di Bali. Yaitu makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti daging babi, juga makanan bersantan.

Selain itu, warga Bali atapun para turis juga senang mengonsumsi minuman keras yang mempercepat metabolisme dan peredaran darah. Karena itu penyakit jantung paling banyak terjadi di sana. Karena itulah, layanan untuk penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) diberbagai rumah sakit di Bali cukup laris. Salah satunya tentu di Siloam Hospital Bali.

Layanan ini merupakan pusat unggulan rumah sakit yang terletak di Jalan Sunset Road, Kuta, Bali. Pusat unggulan jantung ini merupakan pusat layanan jantung komprehensif mulai dari layanan pencegahan, pengobatan, diagnostik, operasi dan rehabilitasi.

“Kami memiliki layanan kateterisasi jantung (kateterisasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk rangkaian prosedur pencitraan untuk memasukkan kateter ke dalam bilik atau pembuluh darah jantung) yang sudah tercover BPJS,” ujarnya kepada Republika.co.id di Bali belum lama ini.

Dengan melibatkan tim dokter multidisiplin dari berbagai sub-spesialis jantung, didukung oleh fasilitas alat mulai dari konvensional hingga minimal invasif. Hingga kini tercatat kurang lebih 800 pasien dari seluruh Bali dengan berbagai kasus penyakit jantung telah dilaani oleh Siloam Hospital Bali.

Selain penyakit jantung, Siloam Hospital Bali memiliki beberapa pusat unggulan lain seperti ortopedi, gawat darurat, urologi dan saraf. Untuk masalah ginjal salah satunya, mereka miliki Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL).

“Ini adalah tindakan memecah batu yang ditembakkan dari luar tubuh dengan menggunakan radiofrekuensi (gelombang kejut) yang dapat memecahkan batu menjadi pecahan yang halus, sehingga pecahan tersebut dapat keluar bersama dengan air seni,” jelas Putu.

Metode ini hanya memerlukan waktu 45 menit tanpa rasa sakit atau minimal invasif (rasa nyeri yang tidak begitu berat). “Satu jam saja sudah selesai, tidak seperti dulu harus di insisi kemudian operasi rawat inap dua tiga hari, sekarang punya alat yang seperti itu,” tambahnya.

Mereka juga mengunggulkan layanan bedah tulang atau orthopedi. Mereka sudah bisa melakukan layanan seperti di Thailand yaitu penggantian pinggang, begitu juga rehablitiasi medis.

Bukan hanya itu, mereka juga menangani berbagai macam pelayanan klinis yang komprehensif. Menurutnya, mereka terus mengikuti perkembangan teknologi dalam hal layanan. Karena dunia medis ini dinamis, begitu juga dokter-dokter kita mengikuti training-training.

Sehingga mereka terupdate dengan hal-hal baru kemudian berkembang. Seperti hal yang terbaru Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak disebabkan oleh virus Japanese Ensefalitis termasuk family Flavivirus dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di Asia termasuk di Indonesia.

Rumah sakit ini telah terakreditasi Joint Commission Inteernational (JCI) pada 6 September 2017 dan terkareditasi Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dengan predikat PARIPURNA pada 8 Februari 2018.

baca juga : kenali tanda serangan jantung satu bulan lebih awal

 

 

Sumber : Republika