Peristiwa ini terjadi pada Jumat (12/10/2018) sore, saat jam belajar masih berlangsung.
Berdasarkan laporan yang dihimpun Tribun-Medan.com, hingga Sabtu (13/10/2018) pukul 01.30 WIB dini hari, 11 orang meninggal dunia dan 3 orang ditemukan selamat dari 21 murid yang dinyatakan hilang sebelumnya.
“Petugas kita terus mencari,” ujar Kapolres Mandailing Natal AKBP Irsan Sinuhaji.
Irsan mengatakan, proses pencarian korban cukup sulit karena diduga berada dibawa runtuhan material bangunan madrasah serta lumpur.
Irsan juga mengimbau masyarakat agar tetap waspada melalui kondisi cuaca ekstrem.
Lia, ibu dari murid madrasah yang selamat, masih trauma dengan peristiwa ini.
Ia mengaku masih bersyukur karena sempat menarik anaknya dari terjangan air bah.
“Sewaktu saya lihat banjir, saya langsut seret anak saya,” kata Lia.
Berdasarkan informasi, bangunan madrasah ini masih menumpang di bangunan sekolah dasar.
Bangunan asli madrasah, saat ini masih direnovasi.
Jembatan dan Jalan Rusak
Sementara itu, tangisan keras seketika pecah di dalam rumah pengungsian saat delapan jenazah murid madrasah disemayamkan berjajar.
Belum ada pihak keluarga korban yang dapat dimintai komentarnya atas musibah ini.
Cuaca ekstrem, yakni hujan lebat disertai angin kencang melanda sejumlah daerah di Mandailing Natal.
Kondisi serupa juga terjadi di beberapa daerah di Tapanuli Selatan.
Selain merendam rumah warga, banjir juga merusak dan memutus akses jalan di beberapa titik.
Setidaknya lima jembatan hanyut dan beberapa badan jalan rusak.
Satu di antaranya di Desa Taluk, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal.
Akses jalan nasional terputus sepanjang puluhan kilometer.
Di Kecamatan Sayur Matinggi, Tapanuli Selatan, angin kencang menyebabkan sejumlah tiang listrik tumbang.
Beberapa di antaranya bahkan terlihat menimpa rumah. Kondisi ini mengakibatkan antrean panjang kendaraan.
Sedangkan di Desa Sumuran, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, terjadi bencana tanah longsor yang merusak dua unit rumah warga.