Skip to main content

Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda terus meningkat dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Kenaikan status itu membuat zona berbahaya diperluas yang awalnya dua kilometer menjadi lima kilometer.

“Naiknya status Siaga ini berlaku terhitung mulai Kamis (27/12)pukul 06.00 WIB sehingga masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius lima kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Lava pijar dari Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda, Kalianda, Lampung Selatan.

Berdasarkan data PVMBG, Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018. Erupsi selanjutnya  berupa letusan-letusan Strombolian yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.

Selanjutnya pada Sabtu (22/12) terjadi erupsi namun tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-baratdaya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami.

Sejak saat itu diamati adanya letusan tipe Surtseyan yaitu alira lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Hal ini berarti debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar.

Kemungkinan terdapat lubang kawah baru yang dekat dengan ketinggian air laut. Sejak itulah letusan berlangsung tanpa jeda. Gelegar suara letusan terdengar beberapa kali per menit.

Saat ini aktivitas letusan masih berlangsung secara menerus, yaitu berupa letusan Strombolian disertai lontaran lava pijar dan awan panas. PVMBG memntau adanya letusan berupa awan panas dan Surtseyan Pada Rabu (26/12).

Awan panas ini yang mengakibatkan adanya hujan abu. Dominan angin mengarah ke baratdaya sehingga abu vulkanik menyebar ke baratdaya ke laut.

PVMGB mengatakan, adanya beberapa lapisan angin pada ketinggiaan tertentu mengarah ke timur menyebabkan hujan abu vulkanik tipis jatuh di Kota Cilegon dan sebagian Serang sekitar pukul 17.15 WIB pada saat itu dinilai tdak berbahaya. Abu vulkanik justru menyuburkan tanah.

“Namun masyarakat agar mengantisipasi menggunakan masker dan kacamata saat beraktivitas di luar saat hujan abu,” kata Sutopo lagi.

Sementara, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau masih berlangsung berdasarkan pengamatan yang dilakukan sejak pukul 00.00-06.00 WIB. Tremor menerus dengan amplitude 8-32 milimeter (dominan 25 milimeter) dan terdengar dentuman suara letusan.

PVMBG merekomendasikan masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius lima km dari puncak kawah karena berbahaya terkena dampak erupsi berupa lontaran batu pijar, awan panas dan abu vulkanik pekat. Di dalam radius tersebut tidak ada permukiman.

Sementara itu, BMKG merekomendasikan agar masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di pantai pada radius 500 meter hingga 1 kilometer dari pantai. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya tsunami susulan akibat longsor bawah laut menyusul erupsi Gunung Anak Krakatau.

Sutopo mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya. Dia meminta warga agar menggunakan selalu informasi dari PVMBG untuk peringatan dini gunungapi dan BMKG terkait peringatan dini tsunami selaku institusi yang resmi.

“Jangan percaya dari informasi yang  menyesatkan yang sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Sutopo

 

 

 

Sumber : republika