Tag: Allah

  • Penduduk Surga Pun Menyesal

    Imam Thabrani dalam hadis hasan shahih-nya pernah menulis sepenggal kisah tentang surga. Surga digambarkan mempunyai tingkatan-tingkatan yang luasnya setara langit dan bumi.

    Suatu kali, setetes minyak harum dari seorang penduduk surga yang berada di atas jatuh menetes ke surga yang ada di bawahnya. Kejadian itu menghebohkan seisi surga yang ada di bawah.

    Pasalnya, aroma harum dari setetes minyak harum tersebut mengalahkan wangi-wangian seisi jagad di surga bawah itu. Penduduk surga yang ada di bawah bertanya-tanya, dari manakah wangi harum itu? Semerbak wangi yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

    Dijawablah oleh malaikat penjaga surga, aroma yang sangat harum itu berasal dari tetesan minyak wangi dari seorang penduduk surga yang tinggal di atas mereka. Penduduk surga bawah itu pun makin penasaran, apa yang membuat orang tersebut bisa memasuki surga yang ada di atasnya? Betapa mulianya orang itu, hingga ditempatkan di surga yang ada di bagian atas.

    Malaikat pun menjawab. Amal ibadah si pemilik parfum itu pada dasarnya sama dengan orang-orang yang ada di surga bagian bawah. Namun bedanya, si pemilik parfum itu memiliki zikir yang lebih banyak dari engkau sebanyak satu kali. Maka, ia pun ditempatkan di surga yang lebih tinggi, lanjut malaikat itu.

    Saat itu, penyesalan pun meliputi penduduk surga yang di bawah. Mereka menyesal, mengapa sewaktu di dunia me reka menyia-nyiakan waktu. Andaikan saja, mereka mau lebih banyak untuk berzikir dan ber ibadah, tentu mereka bisa ditempatkan di surga yang lebih tinggi.

    Di Akhirat, penyesalan tidak hanya datang dari penghuni neraka saja. Hadis Riwayat Thabrani ini membuktikan, penduduk surga sekalipun akan menyesali diri di dalam surga. Mereka menyesal, mengapa tidak menyibukkan diri dengan ibadah.

    Mereka menyesal tidak disibukkan oleh urusan-urusan akhirat, kerja-kerja positif, ibadah, serta hal-hal kebaikan. Mereka beranggapan, mereka telah meremehkan akhirat yang saat itu mereka rasakan betapa besar nilainya. Hadis ini juga menunjukkan, betapa besarnya nilai sebuah zikir di hadapan Allah dan mendapat ganjaran yang besar.

    Dalam hadis lain disebutkan, Ada dua kalimat yang ringan di lidah tapi berat timbangannya (di Akhirat). Kalimat itu adalah, ‘sub hanallahi wabihamdihi’ dan subhanallahil ‘azhimi’. (HR Bukhari). Tidakkah hadis ini dapat memotivasi mereka yang ingin memburu akhirat? Jika sebuah zikir yang enteng di lidah saja di hargai dan diberi ganjaran sedemikian besar di akhirat, maka tentu ibadah-ibadah yang lebih berat akan mendapatkan ganjaran yang lebih berat pula.

    Bagaimana kiranya ganjaran bagi mereka yang menunaikan haji, shalat tahajud sepanjang malam, dan orang-orang yang berjihad/berperang di jalan Allah? Betapa besar pula ganjaran orang yang bersusah-payah menuntut ilmu, menghafal Alquran, mengabdikan diri pada kedua orang tua, dan berbagai aktivitas mulia lainnya.

    Tentu itu semua mendapatkan ganjaran lebih baik di sisi Allah SWT. Dalam hadisnya Rasulullah SAW bersabda, Bentengilah diri kalian dari api neraka, walau dengan sebutir kurma. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim). Bayangkan saja, dengan bersedekah hanya sebuah biji kurma atau memberi makan orang berbuka puasa dengan sebuah biji kurma bisa menjadi tameng dari api neraka.

    Bagaimana pulalah kiranya mereka yang bersedekah dan membangun masjid, sekolah agama, fasilitas umum, dan sarana pendidikan? tentu mereka lebih terlindungi dari api neraka selama semua itu ikhlas karena Allah SWT semata.

    Sumber : Dialog Jumat Republika
  • Istirahat dari Dunia

    Dunia telah banyak membuat manusia sibuk dengannya. Dari pagi, bahkan dini hari sampai petang, bahkan larut malam, orang sibuk mencari harta dunia hingga lupa dengan sesuatu yang sesungguhnya jauh lebih penting dan berharga dalam hidup, yaitu akhirat dan Allah.

    Orang begitu sibuk dengan dunia nyaris tanpa jeda dan istirahat. Pikiran dan fisik dipaksa bekerja keras dan lebih keras lagi, dari waktu ke waktu, demi menghasilkan sesuatu yang sifatnya fana dan sementara.

    Sesuatu yang sifatnya material, yang suatu saat rusak, habis, dan lenyap. Materi mungkin berhasil didapatkan, tetapi ruhani kosong. Allah sejatinya tak melarang seseorang mencari dunia, justru orang beriman mesti berikhtiar semaksimal mungkin mendapatkannya.

    Orang beriman dilarang bersikap malas-malasan atau menjadi beban orang lain. Nabi bahkan pernah berdoa kepada Allah agar dilindungi dari kemalasan, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, keburukan di hari tua, dan kekikiran.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

    Nabi juga mengatakan, “Salah seorang di antara kalian mencari (mengambil) seikat kayu bakar di atas punggungnya, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain, lalu orang itu memberinya atau (mungkin) tidak memberi nya.” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i). Allah tidak melarang orang beriman berusaha dan bekerja keras mencari rezeki, bahkan menganjurkan untuk itu. Allah hanya mengingatkan agar seseorang tidak terlalu tenggelam dalam aktivitas keduniaan sehingga lupa akhirat dan Allah.

    Apalagi, jika aktivitas keduniaan itu justru mengandung halhal yang diharamkan. Misalnya, mencari materi dunia dengan jalan yang tidak halal, seperti mencuri, merampok, membegal, mencopet, menipu, korupsi, suap-menyuap, dan sejenisnya. Materi yang didapat dari hal-hal semacam ini tidak ada berkahnya dan justru merugikan diri sendiri dan orang lain. Ia melawan hukum, juga melanggar larangan Allah. Dalam kesibukan seseorang mencari dunia, Allah meng ingat kan selain agar berhati-hati jangan sampai menerabas yang dilarang oleh-Nya, juga mengingatkan agar ia berhenti sejenak, beristirahat, mengambil waktu sesaat untuk mengingat Allah.

    Allah lah yang memberi dan mengatur rezeki manusia. Allah lah yang memberi, Dia juga yang menahan. Sepanjang seseorang mengingat Allah, berharap penuh kepada-Nya dalam hal rezeki, Allah tidak akan mengecewakannya. Allah justru mendekatinya dan memberinya, bahkan lebih dari yang ia minta, bahkan dari jalan yang tidak ia sangkasangka. Selalu ada keajaiban ketika seseorang mendekatkan diri kepada Allah dan memohon kepada-Nya.

    Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab al-Hikam mengata kan, “Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kausibuk ikut campur.” Dengan tegas, Allah mengingatkan, “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Ankabut: 60).

    Materi dunia mesti dicari untuk dimanfaatkan di jalan Allah, yakni jalan kebaikan. Namun, ia tak perlu dicari dengan penuh ambisius hingga lupa daratan, lupa Allah. Kerja keras tanpa jeda untuk mengingat Allah akan membuat jiwanya jauh dari Allah. Jika jiwa sudah jauh dari-Nya, kerja kerasnya bisa jadi sia-sia dan tak ada berkahnya. Materi dunia yang baik adalah yang didapat dengan cara halal dan mengandung berkah. Wallahu a’lam.

     

    Sumber : Republika.co.id