Sejak semasa TK sampai SMA, penelitian terbaru menunjukkan kalau beberapa siswa mendapatkan tugas PR dari sekolah dalam jumlah yang terlalu banyak. Hal ini membuat para siswa dipaksa untuk menangani beban kerja yang tidak seimbang dengan tingkat perkembangan mereka, sehingga dapat menyebabkan tekanan yang signifikan, baik untuk anak-anak maupun orang tua.
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti Australia menyelidiki hubungan antara waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah dengan prestasi akademis siswa. Hasilnya, mereka menemukan jika kebanyakan siswa yang mendapatkan terlalu banyak PR justru akan meningkatkan masalah kesehatan karena kurang tidur, stres, kurang waktu bermain, dan lain sebagainya. Terlalu banyak PR tidak membantu anak-anak mendapatkan nilai bagus di sekolah, namun pada kenyataannya hal ini justru malah membuat nilai ujian mereka anjlok.
Hal ini diperkuat oleh Richard Walker, seorang psikolog pendidikan di Universitas Sydney yang mengatakan jika data menunjukkan bahwa di negara-negara yang mayoritas anak-anaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan PR, justru mendapatkan nilai lebih rendah pada tes standar yang disebut Program for International Student Assessment, atau PISA.
Lalu ada peneliti lain yang dilakukan oleh Profesor Etta Kralovec dari Universitas Arizona, ia mengatakan PR memang memiliki manfaat signifikan bagi siswa SMA. Tapi manfaatnya menurun pada siswa SMP dan sama sekali tak bermanfaat bagi siswa SD.
Efek Pemberian PR
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur efektivitas pemberian PR kepada siswa. Efek ini meliputi pengaruhnya terhadap prestasi akademik, non-akademik, kebiasaan belajar, penggunaan waktu, pengaruh terhadap kesehatan dan kehidupan sehari-hari. Uraian di bawah ini merupakan saduran dari rangkuman penelitian yang dituangkan di sini.
Akademik
Cooper, Robinson & Patall (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian PR terhadap prestasi siswa. Hasilnya bervariasi dari mulai usia anak dan tingkat pendidikan. Ini menandakan bahwa PR tidak memberi pengaruh yang sama terhadap prestasi akademik siswa.
Pada siswa usia remaja dan sekolah menengah, pemberian PR yang cukup intens telah berhasil meningkatkan prestasi akademik mereka. Perbedaan prestasi terlihat di antara siswa yang terbiasa diberi tugas PR dengan siswa yang tidak diberi PR.
Tetapi pembebanan PR yang terlalu banyak kepada siswa remaja atau yang lebih tua, justru menunjukkan hasil buruk. Mereka yang menghabiskan waktu pengerjaan PR dua jam sehari ke atas menunjukkan performa akademik yang kurang baik.
Sementara itu, pemberian PR kepada siswa sekolah dasar, tidak begitu berdampak pada prestasi akademik siswa. Rata-rata hasil pemberian PR kepada mereka justru memperburuk prestasinya atau bahkan sama saja.
Tetapi pada siswa-siswa yang kurang pintar, pemberian PR bisa memberikan dampak terhadap prestasinya. Sedangkan di kalangan siswa yang pintar, pemberian PR tidak memberikan perbedaan yang signifikan.
Non Akademik
Sementara itu, Epstein (1988) menemukan korelasi hampir nol antara jumlah PR dan laporan orang tua tentang seberapa baik perilaku siswa sekolah dasar mereka. Vazsonyi & Pickering (2003) mempelajari 809 remaja di sekolah menengah Amerika dan menemukan bahwa adanya korelasi yang lebih tinggi antara waktu yang dihabiskan untuk PR dan perilaku buruk.
Siswa mereka lebih cenderung memiliki persepsi negatif tentang PR dan cenderung kurang menganggap pengembangan keterampilan tersebut untuk PR. Leone & Richards (1989) menemukan bahwa siswa umumnya memiliki emosi negatif ketika menyelesaikan PR dan mengurangi keterlibatan dibandingkan dengan kegiatan lain.
Di sisi lain, Bempechat (2004) mengatakan bahwa PR mengembangkan motivasi dan keterampilan belajar siswa. Dalam sebuah studi tunggal, orang tua dan guru siswa sekolah menengah percaya bahwa PR meningkatkan keterampilan belajar siswa dan keterampilan tanggung jawab pribadi.
Penggunaan waktu
Galloway, Conner & Pope (2013) menyurvei 4.317 siswa sekolah menengah dari sepuluh sekolah unggulan. Mereka menemukan bahwa siswa menghabiskan lebih dari 3 jam untuk mengerjakan PR setiap hari.
Akibatnya, 72% dari siswa mengalami stres karena PR, dan 82% melaporkan gejala gangguan fisik. Para siswa tidur rata-rata 6 jam 48 menit, lebih rendah dari rekomendasi yang ditentukan oleh berbagai lembaga kesehatan.
Sebuah penelitian yang dilakukan di University of Michigan pada 2007 menyimpulkan bahwa jumlah PR yang diberikan semakin meningkat. Dalam sampel yang diambil, siswa antara usia 6 dan 9 tahun itu menunjukkan bahwa mereka menghabiskan lebih dari 2 jam seminggu untuk PR. Padahal pada tahun 1981 siswa hanya menghabiskan waktu selama 44 menit.
Kesehatan
PR telah diidentifikasi dalam berbagai penelitian sebagai sumber stres dan kecemasan yang dominan atau signifikan bagi siswa. Studi tentang hubungan antara PR dan kesehatan sedikit dilakukan jika dibandingkan dengan studi tentang hubungan PR dengan prestasi akademik.
Cheung & Leung-Ngai (1992) menyurvei 1.983 siswa di Hong Kong, dan menemukan bahwa PR menyebabkan tidak hanya menambah stres dan kecemasan, tetapi juga gejala gangguan fisik, seperti sakit kepala dan sakit perut.
Siswa dalam survei yang dihukum oleh orang tua atau guru dan diejek teman sebaya karena lupa mengerjakan atau menyerahkan PR memiliki insiden gejala depresi yang lebih tinggi. 2,2% siswa melaporkan bahwa mereka “selalu” memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Sebuah studi mahasiswa Amerika tahun 2007 oleh MetLife menemukan bahwa 89% siswa merasa stres akibat PR. 34% melaporkan bahwa mereka “sering” atau “sangat sering” merasa stres karena PR. Stres terutama terlihat di kalangan siswa sekolah menengah. Akibatnya, siswa yang stres ini lebih mungkin untuk tidak tidur.
Kehidupan sehari-hari
PR dapat menyebabkan ketegangan dan konflik di rumah maupun di sekolah dan dapat mengurangi waktu luang keluarga dengan siswa. Dalam survei Cheung & Leung-Ngai (1992), kegagalan untuk menyelesaikan PR dan nilai siswa yang rendah di mana PR merupakan faktornya, berkorelasi dengan konflik yang lebih besar.
Beberapa siswa telah melaporkan guru dan orang tua sering mengkritik pekerjaan mereka. Dalam studi MetLife, siswa sekolah menengah melaporkan menghabiskan lebih banyak waktu menyelesaikan PR daripada melakukan tugas rumah. Kohn (2006) berpendapat bahwa PR dapat menciptakan konflik keluarga dan mengurangi kualitas hidup siswa.
Sallee & Rigler (2008), melaporkan bahwa PR mengganggu kegiatan dan tanggung jawab ekstrakurikuler siswa. Namun, Kiewra dkk. (2009) menemukan bahwa tidak banyak orang tua yang melaporkan PR sebagai pengalih perhatian dari kegiatan dan tanggung jawab anak-anak mereka. Galloway, Conner & Pope (2013) merekomendasikan studi empiris lebih lanjut terkait dengan aspek ini karena perbedaan antara pengamatan siswa dan orang tua.
Apa yang dipaparkan di atas bukanlah merupakan argumen untuk mengatakan bahwa PR tidak bermanfaat. Data-data tersebut menunjukkan fakta (di negara lain) bahwa PR masih menjadi polemik seperti halnya polemik di Indonesia yang sedang mencuat.
Sumber :
- hellosehat
- okezone