Skip to main content

Ular merupakan salah satu binatang yang banyak ditemukan di negara tropis seperti Indonesia. Salah satu mekanisme pertahanan ular apabila terganggu atau terancam adalah dengan menggigit. Luka akibat gigitan ular bisa berasal dari ular berbisa atau yang tidak berbisa, umumnya ular menggigit saat aktif, yaitu di pagi dan sore hari.

Setiap tahunnya, terdapat ribuan orang yang meninggal di dunia akibat gigitan ular berbisa. Gigitan ular berbisa merupakan sebuah darurat medis karena dapat menyebabkan syok dan kematian. Penanganan yang cepat dan tepat dari gigitan ular dapat menurunkan angka kematian hingga lebih dari 90%.

Apa yang membedakan ular berbisa dan yang tidak berbisa?

Terdapat lebih dari 2000 spesies ular di dunia, namun hanya sekitar 200 spesies ular yang berbisa. Untuk memperkirakan apakah suatu ular berbisa atau tidak, dapat dilihat dari tanda berikut.

Ular berbisa:

  • Bentuk kepala segi empat panjang
  • Gigi taring kecil
  • Bekas gigitan berupa luka halus berbentuk lengkungan

Ular tidak berbisa:

  • Bentuk kepala segi tiga
  • Dua gigi taring besar di rahang atas
  • Bekas gigitan berupa dua lubang gigitan utama akibat gigi taring

Beberapa jenis ular berbisa yang dapat kita temukan di sekitar kita adalah ular sendok, ular welang, ular kobra, ular tanah, ular hijau, ular laut, ular pohon, dan lainnya.

Apa saja gejala dan tanda gigitan ular berbisa?

Gigitan ular berbisa dapat menyebabkan kerusakan di tempat gigitan dan gangguan sistemik lainnya. Gejala di tempat gigitan umumnya terjadi dalam 30 menit sampai 24 jam, berupa bengkak dan nyeri, dan timbul bercak kebiruan. Kematian jaringan dapat terjadi pada luka bekas gigitan yang dapat mempersulit penanganan. Gejala lain yang muncul berupa kelemahan otot, menggigil, berkeringat, mual, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur. Bisa ular juga dapat menyebabkan gejala khusus di beberapa organ:

  • Hematotoksik, bersifat racun terhadap darah, menyebabkan perdarahan di tempat gigitan, perdarahan di tempat lain seperti paru, jantung, otak, gusi, saluran cerna, kencing darah, juga gangguan pembekuan darah.
  • Neurotoksik, bersifat racun terhadap saraf, menyebabkan penderita merasa kelemahan otot tubuh, kekakuan, hingga kejang. Apabila menyerang saraf pernapasan, ini dapat menyebabkan penderita sulit bernapas dan dapat menyebabkan kematian.
  • Kardiotoksik, gejala yang timbul berupa penurunan tekanan darah, syok, dan henti jantung.
  • Sindroma kompartemen, merupakan suatu sindrom yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan dalam sekumpulan otot yang salah satunya disebabkan pembengkakan. Akibatnya, pembuluh darah dan saraf bisa terjepit, dan lama kelamaaan otot bisa kekurangan oksigen dan bisa mengharuskan dokter untuk melakukan operasi.

Bagaimana cara menangani gigitan ular berbisa?

Apa yang harus dilakukan jika Anda atau teman Anda digigit ular berbisa?

  • Tetap tenang, dan usahakan untuk mengingat tempat kejadian, jenis, warna, serta ukuran ular.
  • Penderita diharapkan untuk beristirahat dan meminimalisir gerakan.
  • Letakkan tempat gigitan lebih rendah dari posisi tubuh lainnya.
  • Bersihkan tempat gigitan, hindari membilas dengan air, kemudian tutup dengan kain kering yang bersih.
  • Lepaskan cincin atau jam tangan dari anggota tubuh yang digigit, supaya tidak memperparah anggota tubuh yang membengkak.
  • Longgarkan pakaian yang dipakai, namun tidak usah sampai melepasnya.
  • Segera cari pertolongan medis.

Apa yang tak boleh dilakukan saat digigit ular berbisa?

  • Memanipulasi luka, baik dengan cara menyedot bisa ular dari tempat gigitan, atau menyayat kulit agar bisa keluar bersama darah.
  • Menggosok dengan zat kimia, atau mengompres dengan air panas atau es pada luka gigitan.
  • Mengikat atau memberi torniket terlalu keras pada luka gigitan. Beberapa sumber menyebutkan pemasangan torniket bisa diberikan di bawah 30 menit pertama apabila timbul gejala cepat dan tidak ada anti-bisa.
  • Minum minuman alkohol atau kopi.
  • Mencoba mengejar dan menangkap ular.

Apabila ular yang menggigit Anda tidak berbisa, maka dokter akan memberikan terapi antibiotik dan serum anti tetanus sesuai dengan indikasi, sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat diberikan antivenom. Untuk mengurangi gejala nyeri yang ada, penderita dapat meminum antinyeri seperti parasetamol.

 

Sumber: hellosehat.com