Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dinilai sebagai bencana paling merugikan di Indonesia. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menyebut, pada 2015 kerugian akibat karhutla mencapai Rp Rp 221 triliun.
Menurut Doni, angka itu jauh lebih besar dibandingkan dengan bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004 silam.
“Kerugian karena karhutla mencapai USD 16,1 miliar. Itu setara dengan kira-kira Rp 221 triliun. Kita bandingkan dengan data yang dikeluarkan KLHK, kerugian karena tsunami di Aceh itu USD 7 miliar. Artinya kebakaran hutan dan lahan gambut ini luar biasa besarnya,” ujar mantan danjen Kopassus tersebut saat ditemui di kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (21/2/2019).
Setelah 2015, kondisi hutan dan lahan mulai membaik. Itu terbukti dengan semakin berkurang karhutla dalam tiga tahun terakhir. Indikatornya tidak ada keluhan penerbangan serta pariwisata baik dalam maupun luar negeri.
“Tahun 2016, 2017, 2018, walaupun masih terjadi kebakaran di beberapa daerah tetapi asapnya tidak banyak. Sehingga, tidak ada keluhan penerbangan, pariwisata, dan ekonomi berjalan baik,” tegas dia.
Oleh karena itu, Doni mengajak seluruh komponen masyarakat bersatu untuk mencegah terjadinya karhutla di daerah-daerah yang rawan.
Kepada pelaku usaha untuk ikut membimbing masyarakat sekitarnya agar mereka meninggalkan kebiasaan membakar hutan. Jika tidak, bencana yang 99 persen disebut akibat ulah manusia itu akan terus menerus merugikan masyarakat Indonesia sendiri.
“Kalau ini dibiarkan terus berapa banyak biaya yang harus kita keluarkan untuk memadamkan api, belum lagi kerugian sosial dan kesehatan,” paparnya.
Oknum di Balik Kebakaran Hutan
Di sisi lain, Doni menduga ada oknum yang membiayai atau dengan sengaja mempekerjakan masyarakat untuk membakar hutan dan lahan.
“Ini harus diberikan sanksi yang tegas. Hanya dengan sanksi yang tegas sesuai dengan aturan yang berlaku ada efek jera, kalau tidak setiap tahun akan berulang kembali,” tandasnya.
Adapun saat ini status siaga diberlakukan untuk kebakaran yang tengah melanda 843 hektare (ha) lahan dan hutan di Provinsi Riau.
Lima titik karhutla antara lain di Kelurahan Terkul, dengan luas lahan yang terbakar sekitar 400 ha, Kelurahan Pergam 360 ha, Desa Sri Tanjung sekitar 80 ha, Desa Teluk Lecah 50 ha, dan Desa Kebumen sekitar 40 ha.
Sumber : liputan6